Thursday, May 14, 2015

Makalah plagiarisme terhadap karya tulis

Plagiarisme terhadap karya tulis
 

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
 
Cerita pendek merupakan suatu karya tulis yang ditulis untuk mengekspresikan pemikiran sang penulis dalam bentuk cerita. Namun, dewasa ini sering sekali terjadi tindakan pembajakan atau sering disebut juga dengan plagiarisme terhadap cerita pendek. Plagiarisme karya tulis menjadi suatu fenomena yang marak terjadi di dalam masyarakat bahkan dapat dilakukan oleh orang-orang ternama di Indonesia.

Dalam dunia tulis-menulis, termasuk juga dalam penulisan artikel ilmiah, kegiatan pembajakan karya cipta orang lain lebih dikenal sebagai plagiarisme. Praktik plagiarisme di Indonesia ditengarai sudah cukup tinggi. Hasil temuan mahasiswa kami yang melaksanakan salah satu tugas yang penulis berikan dalam mata kuliah “Metodologi Penelitian dan Pelaporan Hasil Penelitian” menunjukkan bahwa banyak buku maupun artikel ilmiah yang dapat dikategorikan sebagai hasil kegiatan plagiarisme. Menurut laporan mahasiswa kami tersebut di atas, praktik plagiarisme artikel ilmiah yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah penerjemahan dari bahasa asing tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, menggunakan kata-kata dan kalimat dari tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, atau mengutip persis kata-kata orang lain dan menyebutkan sumbernya tetapi tidak menyajikannya dalam tanda kutip.

Hal ini, selain sangat disayangkan sekaligus juga sangat mengherankan karena sebenarnya sangat mudah bagi seorang penulis artikel ilmiah untuk menghindari terjadinya praktik plagiarisme. Tentu saja, untuk menghindari praktik plagiarisme, seseorang haruslah terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan plagiarisme, bagaimana tata cara penulisan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan plagiarisme, dan bagaimana cara-cara menghindarinya.

Plagiarisme dapat juga diartikan dengan kejahatan intelektual, disebut kejahatan karena plagiarisme berbentuk tindakan pencurian, penjiplakan, penipuan maupun pengakuan hasil tulisan orang lain yang diakui sebagai tulisannya sendiri tanpa mencantumkan sumber tulisan yang sebenarnya. Praktik kejahatan plagiarisme banyak sekali ditemukan di Indonesia, baik yang menjiplak karya dalam negeri maupun karya orang luar negeri yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Plagiarisme tidak hanya merugikan penulis cerita pendek sebagai pemilik hak cipta tulisan, tetapi juga merugikan para pembaca yang dirugikan akibat kebohongan yang dibuat oleh pelaku plagiarisme.

Kejahatan plagiarisme termasuk juga kedalam perbuatan yang melanggar hukum, karena plagiarisme merupakan tidak pidana pencurian atas hak cipta orang lain yang di akui dan dipublikasikan sebagai miliknya sendiri. Apabila penulis sebuah karya tulis mengetahui hasil ciptaannya telah dicuri maka secara hukum kasus ini dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.

Banyaknya kasus kejahatan plagiarisme terutama terhadap karya tulis, menunjukkan bahwa lemahnya penegakan aturan hukum yang berlaku dan kesadaran moral serta kejujuran para penulis.

B.  Permasalahan dan Ruang Lingkup
1.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraia latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a.    Bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran plagiarisme yang dilakukan penulis dalam membuat cerita pendek?
b.    Apakah ketntuan hukum hak cipta yang dilanggar oleh penulis dalam melakukan pelanggaran plagiarisme cerita pendek?
c.    Bagaimana upaya untuk mencegah terjadinya plagiarisme cerita pendek di koran?

2.    Ruang Lingkup

Penelitian ini terdiri dari dua ruang lingkup yaitu lingkup pembahasan permasalahan dan lingkup keilmuan. Lingkup pembahasan permasalahan dalam penelitian ini yaitu berkenaan dengan pelanggaran plagiarisme cerita pendek dan lingkup keilmuan dalam penelitian ini yaitu berkenaan dengan hukum perdata ekonomi khususnya dalam bidang hak cipta yang merupakan sa,lah satu bidang diantara beberapa cabang dari hak kekayaan intelektual.


BAB II
TINJAUAN PUATAKA
A.  Plagiarisme


Ada banyak definisi plagiarisme, namun pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu bahwa plagiarisme adalah kegiatan mengakui karya tulis orang lain sebagai karyanya sendiri atau tanpa menyebutkan sumber dari mana pendapat tersebut diambil. Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung.

Plagiarisme pada prinsipnya yaitu mengakui hasil karya orang lain sebagai karya miliknya sendiri tanpa mencantumkan sumbernya. Menurut Marshall & Rowland dalam jurnal milik Tarkus Suganda menyatakan bahwa berdasarkan niatnya, ada dua jenis plagiarisme, yaitu plagiarisme yang dilakukan dengan sengaja (deliberate) dan plagiarisme yang dilakukan secara tanpa disengaja (accidental). Deliberate plagiarism adalah kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk membajak karya ilmiah orang lain, contohnya adalah membajak isi buku orang lain, menerjemahkan karya orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu (apalagi jika mengklaimnya sebagai karyanya sendiri), dll. Sedangkan accidental plagiarism terjadi lebih disebabkan karena ketidaktahuan si penulis tentang kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan tentang tata cara atau etika menulis artikel ilmiah atau mungkin karena si penulis artikel tidak memiliki akses ke kepustakaan yang diperlukannya tersebut.[1]

Menurut Peter Salim dalam jurnal milik Sentosa Sembiring, plagiarisme berarti penjiplakan. Sedangkan plagiarize, mengambil tulisan, pendapat orang lain dan digunakan sebagai kepunyaan sendiri, menjiplak, plagiat. Plagiarist, orang yang menjiplak tulisan, pendapat orang lain. Plagiary, penjiplakan.[2]  Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung. Plagiarisme dianggap berbahaya bagi perkembangan ilmu pengetahuan (dan peradaban manusia) karena seharusnya ilmu pengetahuan dihasilkan melalui suatu proses yang benar dan jujur. Ilmu pengetahuan manusia tidak diperoleh semuanya dengan seketika melainkan melalui berbagai tahapan penelitian yang dilakukan oleh banyak orang dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi ilmuwan untuk saling menghargai jerih payah orang lain. Melakukan plagiarisme berarti tidak menghargai jerih payah sesama peneliti atau penulis yang ilmunya sudah menjadi bagian dari kekayaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selayaknya, pendidikan kita menempatkan subyek pemahaman tentang plagiarisme sebagai hal penting yang harus difahami agar plagiarisme dapat dicegah.

B.  Cerita Pendek

Cerita pendek yang sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan paralel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov. Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Pada bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya. Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen mempunyai 2 unsur yaitu:
a.    Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur intrinsik cerpen mencakup:
(1)  Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
(2)  Latar (setting) adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
(3)  Alur (plot) adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.

Alur dibagi menjadi 3 yaitu:
a)    Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus.
b)   Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
c)    Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.

Alur meliputi beberapa tahap:
a)    Pengantar: bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
b)   Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
c)    Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
d)   Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
e)    Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
  
(4)  Perwatakan

Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui:
a)    Dialog tokoh
b)   Penjelasan tokoh
c)    Penggambaran fisik tokoh

(5)  Tokoh adalah orang orang yang diceritakan dalam cerita dan banyak mengambil peran dalam cerita. tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:
a)    Tokoh Protagonis : tokoh utama pada cerita
b)   Tokoh Antagonis : tokoh penentang atau lawan dari tokoh utama
c)    Tokoh Tritagonis : penengah dari tokoh utama dan tokoh lawan

(6)  Nilai (amanat) adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.

b.    Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi:
(1)  Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)
(2)  Latar belakang kehidupan pengarang
(3)  Situasi sosial ketika cerita itu diciptakan

C.  Hak Cipta

1.    Pengertian Hak Cipta

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak eksklusif yang dimaksud dalam pengertian hak cipta diatas yaitu hak khusus yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Apabila orang lain ingin mengakui hak cipta tersebut maka harus dengan seizin penciptanya atau pemegang hak cipta. Hal ini dikarenakan bahwa suatu ciptaan itu tidak mudah diciptakan, butuh proses yang lama, dimulai dari gagasan inspirasi sang pencipta kemudian di tuangkan dalam pemikiran yang melahirkan suatu ciptaan.

Hak cipta adalah hak alam, dan menurut prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya. Sebagai hak absolut, maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang mempunyai hak itu dapat menuntut tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun. Dengan demikian suatu hak absolut mempunyai segi balik (segi pasif), bahwa bagi setiap orang terdapat kewajiban untuk menghormati hak tersebut.[3]

2.    Hak Ekonomi dan Hak Moral

Hak eksklusif dari hak cipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak cipta telah dialihkan.[4]

Hak moral tidak dapat dialihkan kepada orang lain selama pencipta masih hidup. Hak moral baru dapat dialihkan setelah pencipta meninggal dunia dengan wasiat atau hal-hal lain berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan. Pencipta memiliki hak ekonomi, apabila orang lain ingin melaksanaan hak ekonomi dari ciptaan wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak ekonomi untuk melakukan:
a.    Penetbitan ciptaan;
b.    Pengadaan ciptaan dalam segala bentuknya;
c.    Penerjemahan ciptaan;
d.   Pengadaptasian, pengaransemenan, dan pentransformasian cipraan;
e.    Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
f.     Pertunjukkan ciptaan;
g.    Pengumuman ciptaan;
h.    Komunikasi ciptaan, dan
i.      Penyewaan ciptaan.

3.    Pencipta, Ciptaan dan Pemegang Hak Cipta

a.    Pencipta

Dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan ciptaan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang ini  yaitu setiap hasil ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Dari rumusan tersebut dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pencipta dan jumlahnya dapat lebihdari satu orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka syaratnya dalam melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Ada kerjasama satu dengan yang lain diantara mereka dalam melakukan ciptaan. Oleh karena sifatnya demikian maka dipandang tidak dimungkinkan sebuah badan hukum menjadi pencipta. Dengan demikian perseroan terbatas, koperasi dan yayasan tidak dapat sebagai pencipta walaupun mereka kedudukannya sebagai badan hukum dan diperlakukan sebagai manusia pada umumnya.[5]


b.    Ciptaan

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, dan keahlian yang di ekspresikan dalam bentuk nyata, hal ini tertera dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Mengenai ciptaan yang dilindungi, Berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya yaitu buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya termasuk didalamnya cerita pendek.

c.    Pemegang Hak Cipta

Pada Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.`

4.    Perlindungan Hak Cipta

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Hak Kekayaan Intelektual memang menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia yang harus dilindungi. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan ke dalam bentuk suatu ciptaan dan penemuan ciptaan atau penemuan tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal.

Perlindungan hak cipta di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yaitu penerapan Auteurswet 1912 yang berlaku sampai diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada masa itu, hak cipta tidak begitu populer di Indonesia, karena adanya suatu anggapan mengenai konsep pemikiran terhadap hak cipta tersebut adalah berasal dan berkembang pada masyarakat Barat. Dalam pelaksanaannya dianggap berlaku melebihi hak milik yang bersifat perorangan, karena dalam hak cipta merupakan suatu hak yang bersifat khusus (exclusie rights).

Hak cipta lahir bukan karena diberikan oleh Negara, akan tetapi hak cipta diakui lahir sejak pada saat karya cipta tersebut selesai diwujudkan dalam bentuknya secara fisik. Berdasarkan pemikiran tersebut maka timbul konsep yang mendasar dari hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta melindungi ekspresi dari ide-ide, informasi-informasi atau fakta-fakta tersebut.  Berlakunya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta yang telah memberikansebuah karya yang bermanfaat bagi orang banyak yang telah diperbaharui menjadi undang-undang No. 28 tahun 2014. Esensi yang paling penting dari setiap bagian Hak Milik Intelektual ini adalah adanya suatu ciptaan tertentu (creation).

Hak Cipta berfungsi memberikan sumbangsih dalam penciptaanpenciptaan baru sehingga mempunyai peranan yang sangat strategis, karena usaha untuk menciptakan ataupun menemukan sesuatu yang bermanfaat terutama untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang banyak. Di samping itu peranan Hak Cipta ini juga penting karena merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan sejumlah nilai jasa (imbalan baik berupa materi maupun non materi) bagi penciptanya. Hak cipta memberi hak monopoli kepada individu penemu atau pencipta, dan pada gilirannya masyarakat secara keseluruhan akan mendapatkan manfaat dari perkembangan kreasi individuindividu tersebut.



BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten. Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu ; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.[6] Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai berikut:
1.    Menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik dan lengkap;
2.    Memberi kemungkinan yang lebih besar , untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;
3.    Memberi kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner;
4.    Memberi pedoman untuk mengorganisir serta mengintegrasikan pengetahuan , mengenai masyarakat.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.[7]

B.  Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif-empiris (terapan). Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) selalu terdapat 2 (dua) tahap kajian. Tahap pertama, kajian mengenai hukum  normatif (perundang-undangan) yang berlaku, dan tahap kedua kajian hukum empiris berupa penerapan (implementasi) pada peristiwa hukum in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.[8] Penelitian ini akan mengkaji permasalahan dengan melihat kepada peraturan perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan pelanggaran plagirisme berkenaan dengan cerpen di koran ditinjau dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

C.  Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Nonjudicial Case Study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik. Kalaupun ada konflik, diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri secara damai, tanpa campur tangan pengadilan.[9] Untuk itu, pada penelitian ini akan menjelaskan ketentuan hukum hak cipta yang dilanggar oleh penulis dalam melakukan pelanggaran plagirisme cerita pendek.

D.  Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini termasuk pendekatan hukum normatif-terapan yang menggunakan data sekunder yang berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum Hak Kekayaan Intelektual. Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini mengimpun data dan informasi dari perjanjian yang telah dibuat kedua belah pihak dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah
2.    Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini
3.    Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari rumusan masalah
4.    Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

E.  Data dan Sumber Data

Data yang di perlukan dalam penelitian hukum normatif empiris adalah data sekunder dan data primer. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
1.    Data Sekunder

Data sekunder  adalah data yang diperoleh  dengan mempelajari buku-buku, skripsi, surat kabar, artikel internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta mempelajari peraturan perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a.    Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;
b.    Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan  relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
c.    Analisis data dari KUHPerdata, Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Data dan Undang-Undang tentang HAKI skunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier :

a.    Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan  hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.


b.    Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan bacaan dari bahan hukum primer dimana dimana berupa segala perundang-undangan dan dokumen lainnya.

    2.          Data Primer       

Data primer dilakukan dengan observasi disertai pencatatan dilokasi penelitian. Data primer meliputi data perilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto. Banyaknya data primer bergantung dari banyaknya tolok ukur normatif yang diterapkan pada peristiwa hukum.

F.   Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data:
         a.          Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

        b.          Studi Dokumen

Pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu. Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini terkait isi perjanjian.

         c.          Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer, maka penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara kepada narasumber. Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah penulis cerita pendek yang dimuat dalam koran. Dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.


G.  Metode Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul, diolah melalui cara pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.    Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan mengidentifikasi segala literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

2.    Editing

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang diperlukan.

3.    Penyusunan  Data

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.

4.    Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.

H.  Analisis Data

Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalah kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.


DAFTAR PUSTAKA

Adisumarto, Harsono. 1990. Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Akademika Pressindo: Jakarta.
Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Bintang, Sanusi. 1998. Hukum Hak Cipta. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. Damian, Eddy. 2005. Hukum Hak Cipta. Penerbit Alumni: Bandung.
______________. 1997. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua – Cetakan Pertama. Balai Pustaka: Jakarta.
Dirdjosisworo, Soedjono. 2000. Hukum Perusahaan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Hak paten, Hak Merek). Mandar Maju: Jakarta.
Maulana, Insan Budi. 2005. Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual). PT. Hecca Mitra
Muhammad, Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
Naning, Ramdlon. 1982. Perihal Hak Cipta Indonesia. Liberty: Yogyakarta.
Purba, Achmad Zen Umar. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Penerbit Alumni: Bandung.
Rahardjo, Satjipto. 1991. Ilmu Hukum. Penerbit Alumni: Bandung.
Riswandi, Budi Agus dan Syamsudin, M. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Santoso, Budi. 2007. Dekonstruksi Hak Cipta Studi Evaluasi Konsep Pengakuan Hak dalam Hak Cipta Indonesia. Kapita Selekta Hukum.
________________. 2008. Pengantar HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Pustaka Magister: Semarang.
Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2004. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Pustaka Bani Quraisy: Bandung.
Umar Purba, Achmad Zen. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Penerbit Alumni: Bandung.


[1] Tarkus Suganda, Perihal Plagiarisme Dalam Artikel Ilmiah, Bandung, Universitas Padjadjaran, Jurnal: Agrikultura Vol. 17 No.3, 2006, hlm 162.
[2] Sentosa Sembiring, Penghormatan Terhadap Karya Tulis Seseorang Sebagai Langkah Awal Untuk Mencegah Terjadinya Plagiarisme Dalam Melahirkan Suatu Karya Tulis, Bandung, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Law Review Vol. VIII No. 3, 2009, hlm 477 (Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1991, hlm 1423),
[3] Arif, Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 78
[4] Andrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009,  hlm 115
[5] Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, hlm. 8
[6] Soerjono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.42.
[7] Ibid.,hlm.7.
[8] Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 53
[9] Ibid., hlm.149.

0 comments: